Dalam tulisan pertama saya ini dan merupakan hasil renungan saya malam ini, saya akan bercerita tentang suatu dinamika sepakbola, tim sepakbola yang saya cintai dan juga para supporternya. Kata "Persib" dan "Bobotoh, mungkin sudah tidak asing lagi bagi para penggila bola di tanah air bahkan di se-antero dunia.
Persib adalah suatu tim sepakbola yang kini telah professional dan telah lepas dari kucuran dana pemerintah. Klub asal "Kota Kembang" ini kini telah berbadan hukum dan yang sebenarnya bisa dimiliki oleh siapa saja bagi yang ber-uang banyak, dan dalam arti sebenarnya adalah persib itu sudah bukan milik bobotohnya lagi, melainkan milik badan hukum tersebut. Dan disitulah saya kira awal mula dari semrawutnya dimana sepakbola yang harusnya menjadi hiburan masyarakat, namun kini sudah sangat berubah karena adanya hak-hak politisasi dan dimana uang lah yang berbicara. Sudah sangat jelas bahwa ditubuh persib pun hadir para diktator yang mungkin di otak mereka hanya uang. #PERSIBTanpaU... sudah banyak berkeliaran dari para pengguna twitter, kami menilai sosok tersebut yang terlalu arogan seakan-akan tim persib itu adalah miliknya. Sosok yang terlalu memanjakan para pemain dengan bonus-bonusnya, serta seorang manajer yang hanya mau instant. JUARA ITU PROSES BUNG ! Hal seperti ini pun berdampak pada minimnya prestasi yang diraih oleh tim sebesar "PERSIB". Hampir 20 tahun kita puasa gelar, mungkin hanya satu piala itu pun diraih dari turnamen pra musim yang pertandingannya dilaksanakan di Bandung.
Melihat tim yang kita dukung menderita kekalahan, memang hendaknya sebagai seorang bobotoh kita harus terus mendukung dan memotivasi tim supaya bisa kembali ke trek nya. Tapi bagaimana jika disini "Uang" yang berbicara ? berkaca pada pertandingan terakhir melawan tim asal Kota Palembang, saya bahkan banyak orang menilai bahwa pemain tidak bersemangatlah, kurang apalah, kurang itulah, dan sebenarnya hal ini sudah yang ke-sekian kalinya dimana kami sebagai pendukung yang rela mengorbankan suatu apapun demi tim yang kami dukung namun dibalas dengan para pemain yang nampak lesu, tidak punya tujuan, tidak punya semangat untuk memenangkan suatu pertandingan. Lalu yang jadi masalah disini apa ? yang jadi masalah disini adalah bagaimana cara mendukung, menyemangati, memotivasi para pemain di lapangan. Setelah kekalahan di pertandingan tersebut muncul statement entah dari mana dan siapa
"jika kalian tidak bisa mendukung persib saat kalah maka jangan ikut berpesta saat persib menang", dari statement ini saya menilai bahwa ada arogansi yang disampaikan. Padahal sebenarnya "nu ngarana bobotoh mah, rek eleh rek meunang ge tetep persib" jika persib menang kami pun merasa senang dan jika persib kalah sudah jelas kami pun merasa sedih. Toh kita mendukung pake hati kok, kita tidak mendukung bukan semata-mata karena uang seperti kelompok supporter lain. Dan yang harus diperhatikan adalah sikap para pemain mendengar statement seperti itu, saya kira dengan pemain yang notabene orang asing (luar daerah) dengan maksud tujuan mereka pun mencari tumpukan uang mereka akan dengan santai menyikapi setiap pertandingan yang akan dihadapi, toh mereka tetap mendapat dukungan mau kalah mau menang yang penting bermain. Profesionalisme pun patut dipertanyakan, mengapa hanya jika bermain di kandang saja bisa meraih kemenangan ? tapi ketika bermain tandang semuanya melempem ? padahal uang yang mereka terima itu harusnya sebanding dengan prestasi yang seharusnya diraih.
Jika kita flashback ke masa kejayaan tim ini, persib itu memiliki segudang piala, berhasil menjuarai berbagai kompetisi bahkan prestasi paling tinggi sampai saat ini mampu lolos ke babak perempatfinal Liga Champions Asia. Bahkan organisasi tertinggi di negara ini pun selalu menunjuk persib apabila ada tim-tim besar eropa yang hendak singgah ke-Indonesia. Yang harus digarisbawahi adalah pada saat itu para pemain rela tidak dibayar yang penting mengharumkan nama persib, dimana HATI YANG BERBICARA, BUKAN UANG. Statement nya pun pada saat itu adalah "PERSIB BESAR KARENA CACIAN, PUJIAN ADALAH RACUN", lantas apa maknanya ? Cacian, hinaan, atau makian adalah suatu hal yang biasa diterima oleh para pemain persib saat itu. Teringat suatu cerita dari rekan saya, dan saya pun pernah mengalami bahwa "da baheula mah mun persib maen butut teh disurakan, abah thohir wae nu pernah mawa juara di goblog-goblog" tapi mereka (pelatih dan pemain) membuktikannya dengan cercaan dan hujatan yang disematkan kepada mereka itu membuat mereka lebih bermotivasi bahkan lebih edan maenna. Hal yang paling merinding menurut saya pada waktu itu adalah ketika persib kalah, kota bandung itu sepi "siga gaang katincak" . Chant atau nyanyian seperti "PERSIB BUTUT" pun itu sudah sangat biasa untuk lecutan semangat. Kesaksian para pemain dan pelatih pun mereka merasa takut dengan hal-hal seperti itu, tapi satu-satu nya cara melawan ketakutan itu ya dengan menunjukan dan membuktikannya. Bahkan yang membuat statement tersebut adalah Adjat Sudrajat, yakni pemain persib pada masa itu.
"Bobotoh" yang dalam bahasa sunda berarti pemberi dukungan kepada yang sedang bertanding, dan kata tersebut diambil sebagai sebutan bagi para pendukung persib. Dalam konteksnya saja kan "pemberi dukungan kepada yang sedang bertanding", sedangkan sebuah pertandingan itu berjalan selama 90 menit. So, jika kita memiliki rival (pendukung tim lain), rivalitas itu cukup dalam 2 X 45 menit saja. Itupun yang harus diadu adalah kreativitas bagaimana kita mendukung tim yang kita dukung sehingga tim yang kita dukung dapat memberikan hasil yang terbaik.
Penyesalan adalah ketika pada pertandingan melawan SFC kemarin bertepatan dengan hari kelahiran dari alm.Rangga Cipta Nugraha, yang mungkin beliau jika masih ada pun akan menyaksikan pertandingan tersebut namun naas, tragedi 27 Mei itu mungkin memang sudah kehendak Allah. Oleh karena itu, mari kita renungkan apa, mengapa, dan bagaimana fungsi dari pendukung itu ? Sehingga tidak akan lagi korban kekerasan dalam dunia sepakbola. Sepakbola itu hanyalah hiburan masyarakat, toh namanya juga hiburan jangan sampai deh ada yang harus hilang nyawa (lagi).
Dengan demikian kesimpulan dan pesan saya adalah, jalankan bagaimana fungsi dari makna bobotoh itu sendiri, hentikan kekerasan dalam sepakbola toh rivalitas cukup dengan adu kreativitas. Saya pun mengajak untuk kembali dimana sepakbola bermain dengan hati, kita harus menegaskan statement "PERSIB BESAR KARENA CACIAN, PUJIAN ADALAH RACUN" karena sebenarnya pujian itu akan membuat pemain menjadi besar kepala dan dengan cacian semoga bisa memotivasi para pemain layaknya pada masa adjat dulu dan semoga para pemain pun menjadi lebih berfikir. Satu lagi, kami minta UMUH TURUN!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar