Jumat, 14 Desember 2012

Ultras

Ultras diambil dari bahasa latin yang mengandung artian ‘di luar kebiasaan’. Kalangan ultras tidak pernah berhenti menyanyi mendengungkan yel-yel lagu kebangsaan tim mereka selama pertandingan berlangsung. Mereka juga rela berdiri sepanjang pertandingan berlangsung (karena negara-negara yang terkenal dengan ultras nya seperti Argentina dan Italia, menyediakan tribun berdiri di dalam salah satu sudut stadion mereka). Selain itu pun para ultras paling senang menyalakan kembang api atau petasan di dalam stadion karena hal itu didorong untuk mencari perhatian, bahwa mereka hadir di dalam kerumunan manusia di dalam stadion.

“As an ultra I identify myself with a particular way of life. We are different from ordinary supporters because of our enthusiasm and excitement. This means, obviously, rejoicing and suffering much more acutely than everybody else “.

Nukilan kalimat dari seorang anggota Brigate Rossonere, salah satu ultras AC Milan, membantu kita untuk mengenali fenomena ultras. Ultras bukanlah sekadar kumpulan suporter (tifosi) biasa melainkan kelompok suporter fanatik nan militan yang mengidentifikasikan secara sungguh-sungguh dengan segenap hasrat dan melibatkan dengan amat dalam sisi emosionalnya pada klub yang mereka dukung.

Ultras mempelopori suporter yang amat terorganisir (highly organized) dengan gaya dukung 'teatrikal' yang kemudian menjalar ke negara-negara lain. Model tersebut sekarang telah begitu mendominasi di Pran...cis, dan bisa dibilang telah memberi pengaruh pada suporter Denmark 'Roligans', beberapa kelompok suporter tim nasional Belanda dan bahkan suporter Skotlandia 'Tartan Army'.
Model tersebut masyhur karena menampilkan pertunjukan-pertunjukan spektakuler meliputi kostum yang terkoordinir, kibaran aneka bendera, spanduk & panji raksasa, pertunjukan bom asap warna-warni, nyala kembang api (flares) dan bahkan sinar laser serta koor lagu dan nyanyian hasil koreografi, dipimpin oleh seorang CapoTifoso yang menggunakan megaphones untuk memandu selama jalannya pertandingan.
Dalam tradisi calcio, ultras adalah "baron" dalam stadion. Mereka menempati dan menguasai salah satu sisi tribun stadion, biasanya di belakang gawang, yang kemudian lazim dikenal dengan sebutan curva. Ultras tersebut menempati salah satu curva itu, baik nord (utara) atau sud (selatan), secara konsisten hingga bertahun-tahun kemudian. Utras dari klub-klub yang berbeda ditempatkan pada curva yang saling berseberangan. Selain itu, berlaku aturan main yang unik yaitu polisi tidak diperkenankan berada di kedua sisi curva itu.

Kelompok Ultras yang pertama lahir adalah (Alm.) Fossa dei Leoni, salah satu kelompok suporter klub AC Milan, pada tahun 1968. Setahun kemudian pendukung klub sekota sekaligus rival, Internazionale Milan, membuat tandingan yaitu Inter Club Fossati yang kemudian berubah nama menjadi Boys S.A.N (Squadre d'Azione Nerazzurra). Fenomena ultras sempat surut dan muncul lagi untuk menginspirasi dunia dengan aksi-aksi megahnya pada pertengahan tahun 1980-an.

Fenomena ultras sendiri diilhami dari demontrasi-demontrasi yang dilakukan anak-anak muda pada saat ketidakpastian politik melanda Italia di akhir 1960-an. Alhasil, sejatinya ultras adalah simpati politik dan representasi ideologis. Setiap ultra memiliki basis ideologi dan aliran politik yang beragam, meski mereka mendukung klub yang sama. Ultras memiliki andil "melestarikan" paham-paham tua seperti facism, dan komunism socialism.
Mayoritas ketegangan antar suporter disebabkan oleh perbedaan pilihan ideologis daripada perbedaan klub kesayangan. Untungnya, dalam tradisi Ultras di Italia terdapat kode etik yang namanya Ultras codex. Salah satu fungsi kode etik itu "mengatur" pertempuran antar ultras tersebut bisa berlangsung lebih fair dan "berbudaya". Salah satu etika itu adalah dalam hal bukti kemenangan, maka bendera dari ultras yang kalah akan diambil oleh ultras pemenang. Kode etik lainnya ialah, seburuk apapun para tifosi itu mengalami kekejaman dari tifosi lainnya, maka tidak diperkenankan untuk lapor polisi.

Dewasa ini, ultras kerap dipandang sebagai lanjutan atau warisan dari periode ketidakpastian dan kekerasan politik 1960-an hingga 1970-an. Berbagai kesamaan pada tindak tanduk mereka disebut sebagai bukti dari sangkut paut ini. Kesamaan-kesamaan itu tampak pada nyanyian lagu - yang umumnya digubah dari lagulagu komunis tradisional - lambaian bendera dan panji, kesetiaan sepenuh hati pada kelompok dan perubahan sekutu dengan ultras lainnya, dan, tentunya, keikutsertaan dalam kekacauan dan kekerasan baik antara mereka sendiri dan melawan polisi!

Ultras itu sekelompok supporter tetapi dia sangat fanatik trhadap tim yg di dukung'a.. selalu mengibarkan panji2 kebesaran tim yg mereka dukung.. mereka bukan supporter biasa yg hanya duduk dan diem aja di stadion,. tetapi mereka itu atraktif, selalu menyanyikan lagu2 buat tim'a, membawa bendera besar ke stadion, membawa Red Flare, nampilin banner yg besar di stadion, menampikan Coreography dan satu yg penting.. "MEREKA SELALU BERDIRI SELAMA MENONTON PERTANDINGAN SAMBIL BERNYANYI UNTUK MENDUKUNG TIMNYA.."

mereka tergolong supporter yang ekstrim dlm bertindak (GARIS KERAS).. mereka jg memiliki ideologi politik tersendiri yg di anut, seperti Politik Sayap Kiri atau Sayap Kanan.. yg Sayap Kiri cenderung Ekstrim dlm bertindak, smentara yg Sayap Kanan masih patuh sma aturan, gag terlalu ekstrim klo bertindak..
oia, Ultras itu biasanya memiliki basis tersendiri di Stadion,.
seperti Ultras di Eropa , mereka selalu menetapi Tribun blakang gawang...
maka'a sebutan mereka adalah Curva Sud/ Curva Nord (Sud= Selatan , Nord= Utara).. gag pernah ada sebutan Curva Est dan Curva Covest..
Ultras sendiri punya kode etik di antara Ultras.. yaitu, mereka klo fight itu sifat'a open fight.. untuk merebut Banner/ bendera kebesaran yg jd simbol suatu grup Ultras.. dlm fight tersebut, mereka di larang melibatkan Polisi, karna Polisi itu HARAM.. A.C.A.B (All Cops Are Bastard)
Curva/ Tribun bagi Ultras, POLISI gag boleh masuk ..

Casuals

                                
Casuals merupakan salah satu bagian dari budaya didalam sepak bola, yang identik dengan hooligansime dan pakaian-pakaian mahal bermerek. Sub kultur ini lahir pada akhir dekade 70-an, di Britania Raya, dimana ketika itu banyak para hooligan klub-klub sepak bola, mulai mengenakan pakaian-pakaian mahal untuk menghindari perhatian polisi. Mereka tidak lagi mengenakan atribut-atribut beraroma logo-logo klub kesayangan, agar tidak dikenali, sehingga lebih mudah untuk menyusup kelompok musuh dan untuk masuk kedalam pub.Jenis-jenis musik yang disukai oleh para Casuals pada akhir dekade 70-an adalah Oi!, Mod, dan Ska. Tak heran, karena beberapa Casuals itu merupakan pengikut dari sub kultur skinhead, mod, dan rude boy. Pada era 80-an, selera musik Casuals bersifat eklektik alias campur-campur. Pada akhir dekade 80-an dan 90-an awal, mereka cenderung menyukai scene Madchester (co: The Stone Roses), dan Rave. Dan di era 90-an saat sub kultur alternatif baru yang bernama Britpop, yang digunakan untuk melawan arus Grunge, para Casuals ini pun menjadi penggemar Britpop. Ada pengaruh kuat dari budaya Rave terhadap Casuals, rave sendiri cenderung menyerukan perdamaian, sehingga banyak dari Casuals ini yang mengenakan pakaian-pakaian khas mereka, namun justru menjauhkan diri dari tindak hooliganisme. Kadang-kadang banyak band-band yang bergaya Casuals saat dipanggung dan dalam sesi pemotretan, seperti yang dilakukan Damon Albarn dan kawan-kawan di BLUR dalam video “Parklife” Sejak itu Brutal pop khas BLUR (kadang disebut juga indie rock) telah menjadi jenis musik yang paling disukai oleh Casuals.

SEJARAH

Sejak pertengahan dekade 50-an, para pendukung sepak bola di Inggris sudah mulai terpengaruh dengan gaya berpakaian Teddy Boys, yang tumbuh pada masa itu. Dan asal-usul budaya Casuals sendiri dapat dilihat dalam sub kultur Mod pada awal 60-an. Para pemuda pengikut sub kultur Mod, mulai membawa gaya berpakaiannya ke dalam teras sepak bola. Kemudian pengikut-pengikut sub kultur lain seperti Skinhead juga membawa gaya berpakaiannya kedalam teras sepak bola. Ditandai dengan kebangkitan sub kultur Mod pada akhir 70-an, Casuals mulai tumbuh dan berubah setelah pendukung Liverpool, memperkenalkan merek-merek fashion Eropa yang mereka peroleh saat menemani klub kesayangan mereka melawan klub Perancis, Saint Etienne. Para pendukung Liverpool yang menemani klub kesayangan mereka menjalani laga melawan klub-klub Eropa, pulang ke Inggris dengan membawa pakaian-pakaian bermerek dari Italia dan Perancis, yang mereka jarah dari toko-toko.

Pada saat itu, para polisi masih fokus para pendukung yang bergaya Skinhead, dengan sepatu bot khasnya, Dr. Martens, dan tidak memperhatikan para penggemar yang menggunakan pakaian-pakaian mahal karya desainer-desainer ternama. Para pendukung Liverpool kemudian membawa lagi merek-merek pakaian yang tidak pernah dijumpai sebelumnya di Inggris. Dan para pendukung klub-klub lain pun mulai memburu merek-merek Eropa yang masih langka di Inggris. Adapun para pendukung Liverpool masih identik dengan Lacoste Shirt dan Adidas Training hingga saat ini. Label pakaian yang terkait dengan Casuals pada tahun 1980 meliputi: Edinburgh Woollen Mill, Fruit of the Loom, Fila, Stone Island, Fiorucci, Pepe, Benetton, Sergio Tacchini, Ralph Lauren, Henri Lloyd, Lyle & Scott, Adidas, CP Company, Ben Sherman, Fred Perry, Lacoste, Kappa, Pringle, Burberry dan Slazenger. Trend berpakaian terus berubah dan subkultur Casuals mencapai puncaknya pada akhir 1980-an. Dengan lahirnya scene musik Acid House, Rave and Madchester. Dan kekerasan dalam sub kultur Casuals memudar hingga batas tertentu.

1990s and 2000s

Pada pertengahan 1990-an, sub kultur Casuals mengalami kebangkitan besar, tetapi penekanan pada gaya telah sedikit berubah. Banyak para penggemar sepak bola mengadopsi Casuals tampak sebagai semacam seragam, mengidentifikasi bahwa mereka berbeda dari pendukung klub biasa. Merek seperti Stone Island, Aquascutum, Burberry dan CP company terlihat di hampir setiap klub, serta merek-merek klasik favorit seperti Lacoste, Paul & Shark dan Pharabouth. Pada akhir 1990-an, banyak pendukung sepak bola mulai bergerak menjauh dari merek-merek yang dianggap seragam Casuals, karena polisi mulai memerhatikan tindak tanduk Casuals. Selain itu beberapa desainer juga menarik produk-produk mereka setelah tau bahwa produk-produk mereka di pakai oleh Casuals. Meskipun beberapa Casuals terus memakai pakaian Stone Island di tahun 2000-an, banyak dari mereka yang telah mencopot logo kompas Stone Island sehingga merek pakaian mereka menjadi tidak ketahuan. Namun, dengan dua tombol masih menempel, orang yang tahu masih bisa mengenali pakaian Casuals lainnya. Pada akhir 90-an itu beberapa pasukan polisi mencoba untuk menghubungkan logo kompas Stone Island dengan neo-Nazi versi dari salib Celtic. Karena itu, label pakaian baru mulai memperoleh popularitas di antara Casuals. Seperti halnya produk-produk pakaian dari merek-merek ternama yang laku dipasaran, barang palsu yang murah juga mudah didapat. Prada, Façonnable, Hugo Boss, Fake London Genius, One True Saxon, Maharishi, Mandarina Duck, 6.876, dan Dupe telah mulai mendapatkan popularitas luas.

Casual fashion telah mengalami peningkatan popularitas di tahun 2000-an, setelah beberapa band-band Inggris seperti The Streets dan The Mitchell Brothers menggunakan pakaian kasual olahraga dalam video musik mereka. Budaya Casuals pun telah diangkat ke dalam media visual seperti film-film dan program televisi seperti ID, The Firm, Cass, The Real Football Factory dan Green Street Hooligans 1 & 2. Pada tahun 2000-an, label pakaian yang terkait dengan pakaian Casuals termasuk: Stone Island, Adidas Originals, Lyle & Scott, Fred Perry, Armani, Three stroke, Lambretta, Pharabouth dan Lacoste. Namun menjelang akhir dekade 2000-an banyak Casuals yang menggunakan label-label independen seperti Albam, YMC, APC, Folk, Nudie Jeans, Edwin, Garbstore, Engineered Garments, Wood Wood dan Superga. Namun merek besar seperti Lacoste, Ralph Lauren dan CP Company masih popular di kalangan Casuals 
Sumber : http://ultrasin-indonesia.blogspot.com/p/blog-page_5.html

Rabu, 05 Desember 2012

Catatan Sabtu Kelabu Di Tribun Utara – Fitnah itu Lebih Kejam Dari Pembunuhan!


Sabtu kelabu, 1 Desember 2012. sebuah tanggal yang tentunya tidak akan pernah saya lupakan, tanggal dimana saya betul-betul merasakan bahwa memang benar perkataan guru ngaji saya dahulu, “Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan”.
Ada sebuah fitnah menyasar pada sore itu di tribun utara stadion siliwangi, Bandung pada laga Inter Island Cup antara Persib melawan Gresik United. Fitnah yang berujung kepada 5 orang luka parah: 2 orang luka berat di kepala, 1 orang patah lengan, 1 orang patah pergelangan tangan dan seorang lagi luka tusuk di paha. Beberapa teman lainnya luka ringan. 3 orang sempat hilang tidak diketahui nasibnya. Menurut kabar yang dihimpun, salah satu diantaranya hilang ketika terpisah dari rombongan  dan dihajar massa secara membabi buta, bahkan diteriaki “Paehan.. Paehan” (Matikan). Astagfirullah, mengerikan.
Di tribun utara sore itu, tempat saya biasa nonton, dari arah sebelah kiri ada beberapa orang yang berkata-kata ke arah rombongan bobotoh lainnya. ia berkata bahwa di rombongan ini ada yang menjelek-jelekan nama organisasinya dengan berkata “f*ck v****g”. Entah mereka mendapat kabar dari mana mengenai persoalan tersebut, namun yang pasti isu sudah kadung menyebar, liar. Saya yakin, tidak ada yang berani berkata demikian. Konyol dan bodoh sekali jika berkata seperti itu. Sungguh sebuah fitnah yang keji.
Sebetulnya pertandingan Persib sore itu berlangsung menarik dan aman-aman saja pada awalnya, hingga datang sebuah provokasi dari pria berbaju putih dengan rompi hitam pada saat jeda babak pertama.
Image

                      Provokator biang kerusuhan Sabtu Kelabu
Kronologis kericuhan saat itu bermula saat sang pria dengan rompi hitam  beradu mulut dengan seorang fotografer lapangan yang sebelumnya menyalami salah satu dari rombongan yang berada di depan. Entah apa yang ia permasalahkan, karena posisi saya agak jauh dari mereka. Posisi saya di tengah, sementara ia persis berada di depan pagar pembatas. Setelah beradu mulut, tidak tahu bagaimana ia melancarkan satu dua pukulan kepada orang  yang duduk di depan. Menyusul salah satu rekannya yang berbadan gendut yang melancarkan tendangan. Belakangan saya tahu yang kena tendangan itu adalah salah satu dari tiga perempuan yang duduk didepan, bersebelahan dengan orang yang dipukul pertama kali. Setelah kejadian itu sudah tidak jelas lagi karena situasi berlangsung chaos hingga mengharuskan beberapa aparat keamanan naik ke tribun.
Selang beberapa menit kemudian, situasi dapat dikendalikan. Semua melanjutkan menonton Persib yang saat itu menang sementara 1-0. Setelah kejadian tersebut, rombongan tempat saya nonton diapit oleh aparat keamanan. Di sebelah kiri oleh kepolisian dan disebelah kanan oleh beberapa anggota TNI. Meskipun sudah ada aparat keamanan, tetapi perasaan saya waktu itu masih cukup was-was, apalagi dengan adanya selentingan kabar “mereka” akan menyerang  setelah pertandingan usai.
Persib akhirnya menang 2-0 malam itu. Setelah pertandingan usai, aparat keamanan yang berada di samping kiri-kanan rombongan pun pergi. Sebagian besar rombongan menunggu sejenak setelah pertandingan usai. Menunggu hingga kondisi tribun utara benar-benar sepi dan aman. Namun apa yang saya khawatirkan akhirnya benar-benar terjadi. Ketika rombongan hendak keluar dari tribun utara melalui pintu sebelah barat, tiba-tiba batu sebesar kepalan tangan orang dewasa berterbangan seperti layaknya hujan. Sebagian besar tertahan di dekat tangga menuju pintu keluar, namun sebagian lagi sudah terjebak diluar dan menjadi bulan-bulanan mereka. Situasi benar-benar kacau saat itu.  Saya tertahan disekitar tangga, ikut menenangkan yang lainnya. Sementara itu sebuah batu bata terbang tepat didepan muka saya dan pecah mengenai tembok.  Batu-batu besar dan botol air mineral beterbangan menghujam kami saat itu. Beberapa mengenai teman-teman bobotoh lain yang ikut terjebak bersama rombongan. Kasihan mereka, tidak tahu apa-apa  tetapi menjadi korban kebrutalan oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sebetulnya masih ada polisi yang sedang apel setelah pertandingan di lapangan Siliwangi. Namun mereka diam saja, baru setelah beberapa dari rombongan bobotoh ini terkena lemparan dan berteriak meminta bantuan, mereka datang mengamankan situasi.  Alih-alih mengamankan, bapak-bapak yang terhormat tersebut malah bertindak represif , seolah-olah aparat tersebut menganggap rombongan ini adalah perusuh sama seperti oknum-oknum diluar stadion yang  pertama kali melakukan pelemparan, beberapa dari aparat tersebut juga memukul dengan pentungan.
Emosi saya bercampur aduk. miris, sedih, dan marah hati ini melihat mereka yang menjadi korban dari oknum bobotoh yang tidak mempunyai hati, dengan tega mereka menyerang, melukai saudaranya sendiri. Padahal bendera kita masih sama, biru! Dan semuanya masih membela dan mendukung tim sepakbola yang sama, yaitu PERSIB!
Akhirnya saya dan teman-teman bisa keluar dari tribun utara, namun situasi diluar stadion masih panas dan sedikit kacau.  Saya sempat terpisah dari orang-orang yang saya kenal, namun berhasil tiba di area tempat kami biasa parkir dengan selamat.  Banyak diantara rombongan saat itu tercecer dibelakang. Saat saya kira situasi di sekitar stadion sudah benar-benar aman, namun seorang teman saya lari dengan tergopoh-gopoh kearah saya. Ia menyebutkan salah satu temannya ditusuk dibagian paha, ia pun terkena pukulan dibeberapa bagian wajahnya. Astagfirullah, saya kaget setengah mati.  Membawa pisau atau benda-benda tajam ke stadion, berati sudah jelas ada niatan dari mereka untuk membunuh atau minimal membuat celaka, membunuh saudaranya sendiri yang sama-sama mendukung PERSIB, for God’s sake!!!
Saya sontak berlari kembali kearah stadion, melihat apakah ada lagi yang menjadi korban. Ternyata cukup banyak, para korban sebagian ditampung di PMI dan sebagian besar korban adalah remaja. Seperti yang sudah saya sebutkan diatas, saya mencatat jumlah korban luka parah keseluruhan ada lima orang, dan puluhan lainnya luka ringan. Tidak semua korban dirawat di PMI, sebagian  besar dirawat seadanya lalu langsung pulang atau pergi ketempat yang dirasa aman terlebih dahulu baru melanjutkan perjalanan.
Minggu pagi, Saya mendengar kabar bahwa sekre Gurame diserang pada Minggu dini hari lalu. Astagfirullah, Saya meyakini itu hanyalah sebuah bentuk provokasi / adu domba yang picik dari orang yang tidak bertanggung jawab. Sebuah fitnah lain yang keji. Saya yakin teman-teman bobotoh ini tidak ada yang berani berbuat seperti itu, lagi pula untuk apa? bunuh diri? Sebagian dari mereka bahkan belum selesai mencari teman-temannya  yang hilang, bahkan kabarnya sampai mencari ke gorong-gorong dan selokan di sekitar stadion Siliwangi!
Image
              Dua orang korban luka parah sewaktu dievakuasi ke PMI
Image
      Salah satu korban yang mengalami patah pergelangan tangan
Inikah yang namanya “kabeh dulur” itu? Semboyan hanya tinggal semboyan.  Penting untuk kita kaji bersama agar hal ini tidak terjadi kembali. Jangan mudah termakan provokasi, selalu cek dan ricek mengenai kebenaran suatu kabar dan jangan mau diadu domba, apalagi oleh sesama bobotoh!
“Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (Al Baqarah: 217)
*Oleh bobotoh yang merindukan juara dan merindukan rasa aman dan nyaman di Stadion #PERSIBTillWeDie

sumber : http://bobotohteras.wordpress.com/2012/12/05/sabtu-kelabu-di-tribun-utara-fitnah-itu-lebih-kejam-dari-pembunuhan/